Perbankan Syariah – Jujur ya, tulisan ini lebih ke disclaimer pribadi ya. Bukan bermaksud mengeneralisasi atau memperluas ini sebagai tulisan yang dipastikan kebenarannya, tapi mungkin bisa aja ‘pas’ dengan keadaan kita sekarang. Andai kata tulisan ini dirasa tidak sesuai, jangan dianggap bahwa informasi ini harus dirasakan sama seperti yang dihadapi oleh pembaca ya. Kita mulai narasinya dari satu pertanyaan, apakah mahasiswa bisa merasakan pentingnya kita membangun sisi harmonis dengan kemajuan teknologi digital? Jawabannya sudah pasti iya.
Sekali lagi ini disclaimer yang sifatnya personal ya, mungkin di antara kita ada yang membangun batasan tentang apa yang bisa dan perlu untuk kita interaksikan dengan teknologi digital. Ada juga yang justru skeptis (curiga) dan bersifat abai (apatis) dengan adanya fasilitas teknologi digital yang tersedia secara bebas, bahkan tidak sedikit yang kemudian berbiaya rendah atau mungkin gratis. Pertanyaan keduanya, sikap mana yang paling benar untuk mahasiswa merespon kemajuan digital khususnya ketika belajar dan mengerjakan tugas? Jawabannya, relatif..Loh kok bisa gitu? Ya, sekali lagi karena ini bersifat inter-subjektif, setiap orang punya penilaian, pendirian dan konsepsi yang berbeda tentang apa dan bagaimana teknologi itu digunakan.
Tapi, ini sisi baiknya dari pergumulan masalah yang diceritakan di atas. Mahasiswa setidaknya harus sadar, dua keahlian atau kemampuan yang tidak bisa tergantikan oleh teknologi. Mau jawab critical dan analytical thinking kan? Salah pun, mahasiswa masih bisa digantikan dari sisi ini. Bahkan kemampuan untuk melakukan eksplanasi atau memberi penjelasan, kecerdasan buatan menyediakan itu. Kemampuan menegosiasikan ide, itu tidak dimiliki oleh teknologi digital dan mahasiswa wajib memiliki ini. Sadar gak sih, sekarang tulisan mahasiswa semakin keren, tapi tidak berbanding lurus dengan teknik mereka dalam mengomunikasikan gagasan secara langsung. Tampilan sangat atraktif, tulisan bahkan sangat substantif dan terkesan mendalam, tapi dipresentasikan dengan kemampuan lobbying yang relatif rendah. Jika kamu bertemu dosen dengan model yang diceritakan di atas, jangan ragu untuk menanyakan materinya apa dibuat oleh AI Pak, Bu?
Kemampuan kedua adalah kemampuan merespon lawan bicara. Ini bukan sekedar sensitivitas lho, ini cara manusia menunjukkan sisi kecerdasan emosionalnya. Sisi ini, tidak akan pernah bisa ditunjukkan dan dilakukan oleh kecerdasan buatan untuk mengambil kontrol dan tindakan keputusan yang dibuat. Mahasiswa, wajib memiliki hal ini yakni kemampuan untuk berempati dengan lawan bicara dan memahami poin krusial apa yang bisa dimusyawarahkan agar keputusan bersifat holistik dan humanis. Teknologi memberikan kemudahan, tapi tidak menyelesaikannya karena tugas manusia untuk mengambil sikap dan tindakan dari pertimbangan dan informasi yang disediakan. Jadi, dari dua kemampuan tadi mengomunikasikan ide dan kecerdasan emosional wajib disadari ya bahwa mahasiswa jangan pernah kehilangan dua sisi tersebut sebagai pembelajar sepanjang hayat. Dari sini, penulis akan memberikan kesimpulan berharga bahwa sisi terdalam manusia sebagai pembelajar adalah kemampuanya untuk menyadari bahwa kontrol terbesar dalam kehidupan bukan lain dirinya sendiri. Konsep ini yang mendasari adanya istilah Mindfulness Mindset, cara pikir yang penuh dengan pertimbangan dan perenungan akal sebagai kesadaran.