Tulisan kali ini akan memuat informasi penting untuk semua pembaca khususnya Generasi Finansial Muda (GenFia) Indonesia. Tahu gak sih, sebagai mahasiswa hal yang paling dikhawatirkan ketika penugasan atau mungkin presentasi itu apa aja? Tentu banyak kan, dari substansi tulisan yang enggak sesuai ma ekspektasi dosen atau pengajarnya, kualitas analisis yang bakal dikomentari serba biasa atau kurang dalam, atau bisa jadi karena presentasi yang dianggap kurang berbobot. Semua ini, nyata terjadi di antara GenFia bukan?
Nah, di artikel kali ini, penulis ingin berbagi hal menarik yang justru wajib kalian coba sebagai Mahasiswa di Generasi digital native. Tahu kan apa itu digital native? Generasi yang lahir dan tumbuh di era digital, hal yang menyebabkan kita selalu berbaur dan bisa dikatakan keterlibatan fungsional antara teknologi dan rutinitas harian benar-benar tidak bisa dipisahkan. Efeknya, tentu aja bikin GenFia jadi sering mencemaskan diri bahwa apa-apa yang berhasil dikerjakan jika belum divalidasi oleh teknologi jadinya merasa ada yang kurang atau mungkin kurang bagus.
GenFia sekarang menjadi entitas sosial yang rentan terhadap determinasi diri dan penghargaan diri yang kurang lho? Maksud determinasi diri yang rendah, artinya GenFia sangat mengandalkan faktor lain untuk berhasil. Kemampuan diri dianggap tidak kompeten jika tidak dibantu oleh unsur ekternal, semisal masukan atau input dari teknologi kecerdasan buatan. Penghargaan diri yang rendah juga ada penyebabnya nih, kita tahu kan teknologi menghadirkan kedekatan yang semu. Kita seakan mengenal baik panutan atau tokoh yg berpengaruh di kehidupan kita dari apa yang dimunculkan di sosial media mereka. Efeknya kita menjadikan mereka sebagai tolak ukur keberhasilan atau bahkan kesuksesan hidup.
Kita menjadi kehilangan makna penting tentang jati diri apa yang membuat kita menjadi spesial? Hal ini padahal ada di sekitar kita, tapi sering tersembunyi yaitu menikmati kegagalan. Kenapa gagal menjadi hal yang spesial, itu adalah pertanyaan pertama. Jawabannya satu, karena kegagalan akan membawa nilai pembelajaran. Kenapa kita gagal, faktor apa yang membuat itu gagal, mengapa itu tidak bekerja adalah important lesson dari kegagalan. Sebagai pelajaran penting, maka kegagalan itu akan menimbulkan pola baik di otak kita yakni tebalnya lapisan mielin otak di mana otak akan membuat serabut saraf (akson) yang terkoneksi dari setiap pengalaman yang terjadi. Efeknya, otak menjadi lebih adaptif untuk menghindari kegagalan dengan cara menemukan alternatif dan solusi kreatif dari akumulasi pengalaman yang dirasakan.
Dari sini kita jadi tahu kan, kata-kata habiskan jatah gagalmu di usia muda itu maksudnya adalah lakukan berbagai percobaan yang membuat kita menemukan pola benar dan salah lebih banyak. Jika benar, kita akan mempertahankan itu dan apabila salah kita akan mengubah kegagalan itu menjadi informasi. Informasi ini yang akan tersimpan dalam mielin otak kita menjadi pondasi proteksi di masa depan, kita jadi lebih sadar untuk mencari solusi dan mengantisipasi kemungkinan salah karena otak bekerja secara otomatis. Akhirnya, kita jadi individu yang dikatakan kompeten bukan karena kita selalu benar. Tapi kita pernah salah dan kita tahu cara memperbaiki itu untuk menjadi proses yang benar. Karena keunggulan seseorang itu dibentuk bukan karena dia memiliki bakat, namun kemampuannya bertahan dari kegagalan meskipun hidup tidak memberikannya talenta. RSW